Kamis, 05 Juli 2012

Ilmu dan Kebangkitan Umat (Bag. 2)


H. Hidayatullah Ismail, Lc., MA*

            Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa seorang budak yang bernama “Ibnu Abzi” diamanati sebagai pengganti gubernur Mekkah untuk sementara pada masa Umar bin Khattab, ketika gubernur yang sebenarnya “Nafi’ bin Harist Al Khoza’I” sedang keluar kota, hal itu disebabkan ia menguasai Al Qur’an dan Ilmu Faraidh. (lihat fathul Bari: 1/177)
وفي الحديث: ” إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به آخرين
« Sesungguhnya Allah dengan Al Qur’an ini mengangkat derajat sebagian kaum dan merendahkan sebagian yang lainnya”

وقال عمر بن الخطاب : تفقهوا قبل أن تسودوا
Berkata Umar bin Khatthab ra : Belajarlah kalian, sebelum kalian menjadi pemimpin.
Jepang berhasil menjadi sejajar dengan negara-negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, setelah kejatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, hal itu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah :
1. Kerja keras pemerintah dan semua lapisan masyarakatnya.
2. Penguasaan teknologi tinggi yang telah dialami Jepang sebelum Perang Dunia II (PD II) berkecamuk, hasil dari kebijakan Restorasi Meiji yang digulir pada tahun 1868 M
              Adapun penguasaan teknologi tinggi yang dimiliki Bangsa Jepang disebabkan beberapa faktor diantaranya :
1. Keunggulan literer (baca-tulis) masyarakatnya
2. Penerbitan Buku yang menjamur
3. Kegiatan penerjemahan berbagai macam buku, seperti yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, sastra maupun filsafat.
4. Pengiriman para pemuda ke luar negeri untuk belajar sesuai dengan bidangnya
3. Kemudahan Akses dan Melimpahnya Sumber Bacaan. Tidak kurang dari 23.000 toko buku plus jejaring perpustakaan publik bertebaran di seantero wilayah. Hampir di setiap pusat perbelanjaan, stasiun kereta, dan berbagai tempat strategis lainnya terdapat toko buku atau perpustakaan. Selain itu dengan lebih dari 4.300 penerbit aktif, setiap tahun Jepang menghasilkan tidak kurang dari 65.000 judul buku. Bahkan, data tahun 2003 menunjukkan angka produksi 72.608 judul buku, Harga buku pun seragam di berbagai tempat dan relatif terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Bila berkunjung ke toko-toko buku, kita akan mendapati banyak orang yang melakukan tachiyomi (membaca sambil berdiri meski tidak membeli) Belum lagi, banyak di antara toko buku bekas yang berani buka lebih larut daripada supermarket atau pusat perbelanjaan umumnya.
4. Perpustakaan Publik yang bertebaran dari kota hingga ke pelosok-pelosok pedesaan juga sangat memanjakan para peminat bacaan.
5. Menyebarnya jalur kereta listrik ke berbagai pelosok sejak 1950-an secara tidak langsung ikut juga memperkuat kecenderungan masyarakat untuk membaca. Orang dapat menghabiskan waktu beberapa jam setiap hari dalam perjalanan dengan kereta.
6. Kebiasaan menulis sejak kecil. Budaya menulis juga mulai dikenalkan pada mereka sejak usia dini. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, anak-anak kerap mendapat tugas mengarang dalam waktu-waktu khusus seperti saat libur musim panas, musim dingin, atau libur kenaikan kelas. Mereka ditugaskan untuk merekam tentang apa saja yang mereka kerjakan, rasakan, dan alami selama liburan melalui tulisan. Saat memperingati hari-hari tertentu, seperti hari ibu atau hari ayah, anak-anak SD juga mendapat tugas untuk mengarang perihal ibu dan ayah mereka. Tulisan tersebut nantinya dibacakan di hadapan teman-teman sekelas. Ketika mendekati kelulusan, anak-anak itu pun diminta gurunya untuk membuat karangan yang melukiskan cita-cita dan impian bila kelak dewasa. Tulisan tentang impian mereka ini nantinya didokumetasikan dalam bentuk buku dan disimpan dengan baik oleh pihak sekolah. mereka ini nantinya didokumetasikan dalam bentuk buku dan disimpan dengan baik oleh pihak sekolah.
7. Kebanyakan orang Jepang gemar melakukan sistematisasi berbagai informasi yang diperoleh untuk kemudian mendokumentasikannya menjadi pengetahuan praktis yang berguna baik buat diri sendiri maupun orang lain.
9. Penulisan otobiografi (buku tentang riwayat hidup pribadi) sebagai tradisi.
            Pendidikan yang meluas dan membumi telah membuat orang Jepang hampir semuanya melek huruf mendekati angka 100%, dan orang yang buta huruf kurang lebih hanya 0,7% pada tahun 1979. Bandingkan dengan Indonesia! saat ini lebih dari 16 juta WNI yang berusia di atas 10 tahun masih belum melek huruf. Data statistik tahun 1985 dari Japanese Life Today dan International Society for Educational Information, Tokyo menyebutkan bahwa persentase siswa Jepang yang melanjutkan ke SMA lebih kurang 94%, dan yang melanjutkan ke PT lebih kurang 38%. Hal ini bila dibandingkan dengan kondisi. yang sama dengan negara lain di dunia, misalnya Prancis (24%), Inggris (20%), Jepang menempati urutan pertama setelah Amerika Serikat (43%).
11. Gaji guru yang tinggi. Guru-guru sekolah menengah di Jepang dapat menerima 200.000 yen atau sekitar Rp 15 juta tiap bulan. Guru-guru di Jepang dapat berperilaku profesional karena didukung kesejahteraan yang memadai. Dengan gaji satu bulan, mereka bisa menyisihkan sebagian gajinya untuk membeli buku, komputer, atau peralatan yang dapat mendukung profesinya.

Pelajaran Keempat :
            Orang yang berilmu lebih mulia dari pada ahli ibadat. Karena dengan ilmu, ibadat seseorang akan bisa diluruskan, sedang ibadat tanpa ilmu, akan selalu terkungkung di dalam kesalahan terus menerus. Oleh karenanya, Nabi Adam menjadi lebih mulia dari pada malaikat, sehingga Allah swt memerintah mereka untuk bersujud kepadanya sebagai tanda hormat atas kelebihannya dengan ilmu, sekaligus dipilih menjadi khalifah di muka bumi ini.
Pelajaran Kelima :
                Salah satu faktor kehancuran Negara-negara Islam karena pemerintahannya tidak memperhatikan ilmu pengetahuan. Inilah yang dialami oleh Khilafah Utsmaniyah, khususnya setelah masa Sultan Sulaiman Al Qanuni. Mereka tidak memperhatikan sekali terhadap perkembangan ilmu teknologi. Ketika membutuhkannya, mereka terpaksa meminta bantuan kepada orang-orang Eropa. Sekolah-sekolah yang berada di daerah kekuasaan Khilafah Utsmaniyah, waktu itu, sengaja tidak dikembangkan lagi. Karena mereka merasa cukup puas dengan apa yang telah dicapai oleh para pendahulu mereka pada abad 13 M. Mereka menolak masuknya disiplin-disiplin keilmuan baru yang datang dari Eropa, yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi Khilafah Utsmaniyah. Hasilnya, Khilafah Utsmaniyah tidak pernah mengenal cara pembuatan kapal perang kecuali pada abad ke 16 M. Padahal orang-orang Eropa sudah mampu membuatnya beberapa abad sebelumnya. Percetakan buku dan rumah-rumah sakit pun baru dikenal pada masa Sultan Musthofa II pada abad 17 M. Begitu juga Sekolah-sekolah Perang Modern . Bahkan Mesir yang merupakan bagian dari wilayah Utsmaniyah, justru jauh lebih maju. Mereka sudah bisa mendirikan percetakan dan membangun rel Kereta. Prestasi yang tidak bisa diraih oleh pusat Khilafah Utsmaniyah, kecuali setelah mereka kalah perang pada tahun 1188 H / 1774.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar