H.
Hidayatullah Ismail, Lc., MA*
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa
seorang budak yang bernama “Ibnu Abzi” diamanati sebagai pengganti gubernur
Mekkah untuk sementara pada masa Umar bin Khattab, ketika gubernur yang
sebenarnya “Nafi’ bin Harist Al Khoza’I” sedang keluar kota, hal itu disebabkan
ia menguasai Al Qur’an dan Ilmu Faraidh. (lihat fathul Bari: 1/177)
وفي الحديث: ” إن الله يرفع بهذا الكتاب أقواما ويضع به آخرين”
« Sesungguhnya Allah dengan Al Qur’an ini mengangkat derajat sebagian kaum
dan merendahkan sebagian yang lainnya”
وقال عمر بن الخطاب : تفقهوا قبل أن تسودوا
Berkata Umar bin Khatthab ra : Belajarlah kalian,
sebelum kalian menjadi pemimpin.
Jepang berhasil menjadi sejajar dengan
negara-negara maju lainnya dalam kurun waktu yang relatif singkat, setelah
kejatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945,
hal itu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah :
1. Kerja keras pemerintah dan semua lapisan masyarakatnya.
2. Penguasaan teknologi tinggi yang telah dialami
Jepang sebelum Perang Dunia II (PD II) berkecamuk, hasil dari kebijakan
Restorasi Meiji yang digulir pada tahun 1868 M.
Adapun
penguasaan teknologi tinggi yang dimiliki Bangsa Jepang disebabkan beberapa faktor
diantaranya :
1. Keunggulan literer (baca-tulis) masyarakatnya
2. Penerbitan Buku yang menjamur
3. Kegiatan penerjemahan berbagai macam buku, seperti yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, sastra maupun
filsafat.
4. Pengiriman para pemuda ke luar negeri untuk belajar sesuai dengan bidangnya
3. Kemudahan Akses dan Melimpahnya Sumber Bacaan. Tidak kurang dari 23.000 toko buku plus jejaring perpustakaan publik bertebaran di seantero wilayah. Hampir di setiap pusat perbelanjaan, stasiun
kereta, dan berbagai tempat strategis lainnya terdapat toko buku atau perpustakaan. Selain itu dengan lebih dari 4.300
penerbit aktif, setiap tahun Jepang menghasilkan tidak kurang dari 65.000 judul buku.
Bahkan, data tahun 2003 menunjukkan angka produksi
72.608 judul buku, Harga buku pun seragam di berbagai tempat dan relatif terjangkau untuk semua lapisan masyarakat. Bila berkunjung ke toko-toko buku,
kita akan mendapati banyak orang yang melakukan tachiyomi (membaca sambil
berdiri meski tidak membeli) Belum lagi, banyak di antara toko buku bekas yang
berani buka lebih larut
daripada supermarket atau pusat perbelanjaan umumnya.
4. Perpustakaan Publik yang bertebaran dari kota hingga ke pelosok-pelosok pedesaan juga sangat
memanjakan para peminat bacaan.
5. Menyebarnya jalur kereta listrik ke berbagai pelosok sejak
1950-an secara tidak langsung ikut juga memperkuat kecenderungan masyarakat untuk membaca.
Orang dapat menghabiskan waktu beberapa
jam setiap hari dalam perjalanan dengan kereta.
6. Kebiasaan menulis sejak kecil. Budaya menulis juga mulai dikenalkan pada mereka sejak usia
dini. Ketika duduk di bangku sekolah dasar, anak-anak kerap mendapat tugas
mengarang dalam waktu-waktu khusus seperti saat libur musim panas, musim
dingin, atau libur kenaikan kelas. Mereka ditugaskan untuk merekam tentang apa saja yang mereka kerjakan, rasakan, dan alami selama liburan melalui tulisan. Saat memperingati hari-hari tertentu, seperti
hari ibu atau hari ayah, anak-anak SD juga mendapat tugas untuk mengarang
perihal ibu dan ayah mereka. Tulisan
tersebut nantinya dibacakan di hadapan
teman-teman sekelas. Ketika mendekati kelulusan, anak-anak itu pun diminta
gurunya untuk membuat
karangan yang melukiskan cita-cita dan impian
bila kelak dewasa. Tulisan tentang impian mereka ini nantinya didokumetasikan dalam
bentuk buku dan disimpan dengan baik oleh pihak sekolah. mereka ini nantinya didokumetasikan dalam bentuk buku dan disimpan dengan baik oleh pihak sekolah.
7. Kebanyakan orang Jepang gemar melakukan sistematisasi berbagai
informasi yang diperoleh untuk kemudian mendokumentasikannya menjadi pengetahuan praktis yang berguna baik buat diri
sendiri maupun orang lain.
9. Penulisan otobiografi (buku tentang riwayat hidup pribadi) sebagai
tradisi.
Pendidikan yang meluas dan membumi telah membuat orang Jepang hampir
semuanya melek huruf mendekati angka 100%, dan orang yang buta huruf kurang
lebih hanya 0,7% pada tahun 1979. Bandingkan dengan Indonesia! saat ini lebih
dari 16 juta WNI yang berusia di atas 10 tahun masih belum melek huruf. Data
statistik tahun 1985 dari Japanese Life Today dan International Society for
Educational Information, Tokyo menyebutkan bahwa persentase siswa Jepang yang
melanjutkan ke SMA lebih kurang 94%, dan yang melanjutkan ke PT lebih kurang 38%. Hal ini
bila dibandingkan dengan kondisi. yang sama dengan negara lain di dunia, misalnya Prancis (24%), Inggris (20%), Jepang
menempati urutan pertama setelah Amerika Serikat
(43%).
11. Gaji guru yang tinggi. Guru-guru sekolah menengah di Jepang dapat menerima 200.000 yen atau sekitar
Rp 15 juta tiap bulan. Guru-guru di Jepang dapat berperilaku profesional karena
didukung kesejahteraan yang memadai. Dengan gaji satu bulan, mereka bisa menyisihkan sebagian gajinya
untuk membeli buku, komputer, atau peralatan yang dapat mendukung profesinya.
Pelajaran Keempat :
Orang yang berilmu lebih mulia dari pada ahli ibadat. Karena dengan ilmu, ibadat seseorang akan bisa diluruskan, sedang ibadat tanpa ilmu, akan selalu
terkungkung di dalam kesalahan terus menerus. Oleh
karenanya, Nabi Adam menjadi lebih mulia dari pada malaikat, sehingga Allah swt
memerintah mereka untuk bersujud kepadanya sebagai tanda hormat atas kelebihannya dengan ilmu,
sekaligus dipilih menjadi khalifah di muka bumi ini.
Pelajaran Kelima :
Salah satu faktor kehancuran
Negara-negara Islam karena pemerintahannya
tidak memperhatikan ilmu pengetahuan.
Inilah yang dialami oleh Khilafah Utsmaniyah, khususnya setelah masa Sultan Sulaiman Al
Qanuni. Mereka tidak memperhatikan sekali terhadap perkembangan ilmu teknologi. Ketika membutuhkannya, mereka
terpaksa meminta bantuan kepada orang-orang Eropa. Sekolah-sekolah yang berada
di daerah kekuasaan Khilafah Utsmaniyah, waktu
itu, sengaja tidak dikembangkan lagi. Karena
mereka merasa cukup puas dengan apa yang telah dicapai oleh para
pendahulu mereka pada abad 13 M. Mereka menolak masuknya
disiplin-disiplin keilmuan baru yang datang dari Eropa, yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi Khilafah Utsmaniyah. Hasilnya, Khilafah Utsmaniyah tidak pernah
mengenal cara pembuatan kapal perang kecuali
pada abad ke 16 M. Padahal
orang-orang Eropa sudah mampu membuatnya beberapa abad sebelumnya. Percetakan
buku dan rumah-rumah sakit pun baru dikenal pada masa Sultan Musthofa II pada
abad 17 M. Begitu juga Sekolah-sekolah Perang Modern . Bahkan Mesir yang
merupakan bagian dari wilayah Utsmaniyah, justru jauh lebih maju. Mereka sudah
bisa mendirikan percetakan dan membangun rel Kereta. Prestasi yang tidak bisa
diraih oleh pusat Khilafah Utsmaniyah, kecuali setelah mereka kalah perang pada tahun
1188 H / 1774.